TINGKAT PERTUMBUHAN DAN KONVERSI PAKAN PADA BERBAGAI
ITIK LOKAL JANTAN(Anas
Plathyrhinchos) DAN
ITIK MANILA JANTAN (Cairrina Moschata )
[GROWTH AND FEED CONVERSION RATE IN VARIOUS LOCAL
MALE DUCK (ANASPLATHYRHINCHOS) MANILA AND DUCK MALE
(CAIRRINA MOSCHATA)]
NikmatulArifah, Ismoyowati, Ning Iriyanti
Fakultas
Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
ABSTRAK
Tujuan
penelitian adalah Mengetahui pengaruh jenis itik lokal dan itik manila terhadap
pertumbuhan absolute dan relatif,Mengetahui pengaruh jenis itik lokal dan itik
manila terhadap konversi pakan. Materi yang digunakan adalah Itik Magelang
jantan 20 ekor, Itik Mojosari jantan 20 ekor, Itik Tegal jantan20 ekor dan Itik
Manila jantan 20 ekor umur 1 hari (DOD) sehingga jumlah materi seluruhnya ada
80 ekor anak itik. Pakan yang diberikan pada umur 4-10minggu adalah BR 1 dengan
komposisi sebagai berikut: Protein kasar 20,5 %, ME 3000 kcal/kg. Petak kandang
dengan ukuran 1m x 1m x 0,7 m sebanyak 20 unit.Peralatan kandang dan timbangan
yang terdiri dari timbangan digital dan timbangan dengan ketelitian 10 g .
Metode penelitian adalah eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 4 perlakuanadalah T1 : itik manila, T2 : itik
magelang, T3 : itik tegal T4 : itik mojosari, setiap unit
perlakuan diulang 5 kali dan peubah yang diamati adalah pertumbuhan absolute,
pertumbuhan relatif dan konversi pakan. Data dianalisis menggunakan analisis
variansi dan dilanjutkan uji kontral Orthogonal.Hasil penelitian menunjukan
bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) pada pertumbuhan absolut
dan relatif. Rataan pertumbuhan absolut pada itik magelang 668,44 g/ekor; itik
tegal 887,32 g/ekor; itik mojosari 903,49 g/ekor dan itik manila 1179 g/ekor.
Hasil kontras orthogonal menunjukan bahwa terdapat perbedaan sangat nyata pada
itik lokal dan itik manila. Hasil analisis variansi untuk konversi pakan
menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap konversi pakan
(P<0,01), dengan rataan itik mangelang 4,10; itik tegal 4,49; itik mojosari
4,45 dan itik manila 3,03. Kesimpulan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
itik Manila memiliki tingkat pertumbuhan dan konversi pakan yang lebih baik.
Kata Kunci : pertumbuhan absolut,
pertumbuhan relatif dan Konversi Pakan
1. PENDAHULUAN
Itik merupakan ternak yang termasuk
spesies unggas air. Di Indonesia, itik adalah ternak unggas penghasil telur
yang potensial selain ayam. Dalam memenuhi kebutuhan proten hewani, disamping
peran unggas darat terutama ayam, unggas air juga memberi sumberdaya yang cukup
besar terutama sebagai penghasil telur.Khususnya di Indonesia bibit unggul yang
di ternakan kebanyakan jenis itik petelur seperti itik tegal, itik khaki
campbell, itik alabio, itik mojosari, itik bali, itik CV 2000-INA dan itik-itik
petelur unggul lainnya yang merupakan produk dari BPT (Balai Penelitian Ternak)
Ciawi, Bogor.
Setioko et al. (2002) menyatakan bahwa pertumbuhan itik sangat dipengaruhi
oleh pakan yang dikonsumsi, lingkungan sekitar, sistem perkandangan dan potensi
genetiknya. Wulandari (2005) melaporkan pertambahan bobot badan itik Cihateup
asal Garut terus meningkat sampai dengan minggu ke-4 dan selanjutnya mengalami
penurunan.
Wulandari (2005) melaporkan pertambahan
bobot badan itik Cihateup asal Garut terus meningkat sampai dengan minggu ke-4
dan selanjutnya mengalami penurunan. Ensminger (1992) konversi pakan sangat
berkorelasi dengan laju pertumbuhan. Kandungan nutrisi pakan yang diperlukan
untuk pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh umur, bangsa, jenis kelamin, laju
pertumbuhan dan penyakit. Kesehatan unggas juga mempengaruhi nilai konversi
pakan.
2. METODE
Materi
yang digunakan adalah Itik Magelang jantan 20 ekor, Itik Mojosari jantan 20
ekor, Itik Tegal jantan20 ekor dan Itik Manila jantan 20 ekor umur 1 hari (DOD)
sehingga jumlah materi seluruhnya ada 80 ekor anak itik. Pakan yang diberikan
pada umur 4-10minggu adalah BR 1 dengan komposisi sebagai berikut:Kadar air
maksimum 12 %, Protein kasar minimum 20,5 %, ME 3000 kcal/kg, Lemak kasar
minimum 5 %, Serat kasar maksimum 4,5 %, Abu maksimum 7 %, Calcium 0,9 - 1 %
dan Phospor 0,7 - 0,9 %.Petak kandang dengan
ukuran 1m x 1m x 0,7 m
sebanyak 20 unit.Peralatan kandang dan timbangan yang terdiri
dari timbangan digital dan timbangan
duduk.
Metode
penelitian adalah eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
4 perlakuanadalah T1 : itik magelang, T2 : itik mojosari,
T3 : itik tegal T4 : itik
manila atau entok, setiap unit perlakuan
diulang 5 kali dan peubah yang diamati adalah pertumbuhan absolute, pertumbuhan
relatif dan konversi pakan. Data dianalisis menggunakan analisis variansi dan
dilanjutkan uji Orthogonal Contrast.
Pertumbuhan
absolut dihitung berdasadarkan Brody (1945) : LPA = W2 – W1
Keterangan :
LPA
|
= Laju
Pertumbuhan Absolut
|
W1
|
= bobot badan pada umur 10 minggu
|
W2
|
= bobot badan
pada umur 4 minggu
|
Pertumbuhan
relatif dihitung berdasarkan Brody (1945):
LPR= 
Keterangan :
LPR
|
= Laju
Pertumbuhan Relatif
|
W1
|
= bobot badan
pada umur 4 minggu
|
W2
|
= bobot badan pada umur 10 minggu
|
Konversi
pakan berdasarkan Rasyaf(1994): Konversi pakan = 
Keterangan :
KP = Konsumsi
pakan (g)
PBB =
Pertumbuhan bobot badan (g)
KP = Pakan yang
di berikan – (sisa pakan + pakan tercecer)
Sisa pakan=
Pakan sisa ditempat pakan + pakan yang ada di tempat minum
Sisa pakan yang di tempat minum dilakukan pengukuran
kadar bahan kering untuk memenuhi jumlah pakan sisa.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Rataan pertambahan bobot badan yang dihasilkan pada
umur 4 sampai 10 minggu yang di peroleh dari tiap jenis itik lokal jantan dan
itikmanilajantan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.Rataan
bobot badanEntok dan Itik Lokal Umur 4 dan 10 Minggu.
|
Perlakuan
|
4 minggu
|
10 minggu
|
|
T1
|
512 ± 113,67
|
1700
|
± 101,55
|
|
T2
|
349,68
|
± 46,92
|
1021,23 ±
45,50
|
|
T3
|
382,68
|
±
6,65
|
1270
|
±
52,74
|
|
T4
|
324,49
|
±
23,86
|
1223,5
± 71,99
|
Keterangan
:T1= entok, T2= itik magelang, T3= itik tegal
dan T4= itik mojosari
Hasil pengamatan menunjukkan pertambahan bobot badan
itik meningkat pesat (fase akselerasi) dari minggu pertama dan mencapai titik
infleksi antara umur 4-8 minggu. Setelah
itu, pertambahan bobot badan itik mulai
melambat (fase retardasi). Hal ini sama dengan yang dilaporkan Hardjosworo
(1989) pada itik magelang yang mengalami late
growth (fase retadasi) pada umur delapan minggu. Rataan pertambahan bobot
badan entok lebih besar yaitu 512 g pada umur 4 minggu selanjutnya itik tegal
lebih besar dari pada itik magelang dan itik mojosari selisihnya tidak terlalu
jauh. Tingkat pertumbuhan itik lokal umumnya juga lambat. Berbeda halnya dengan
itik pedaging yang berasal dari luar negeri (impor) misalnya itik Pekin. Itik
Pekin memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat, bobot maupun kualitas karkas
yang dihasilkan juga jauh lebih berat dan lebih baik dibandingkan dengan itik
lokal.
Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi
pertumbuhan absolut, dan pertumbuhan relatif yang diperoleh dari tiap jenis
itik lokal jantan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.Rataan
pertumbuhan absolut dan pertumbuhan relatif pada Itik Lokal dan Itik anila
|
Peubah
|
Pertumbuhan
Absolut (g)
|
Pertumbuhan
Relatif (g)
|
|
T1
|
1179 ± 82,77c
|
0,18 ± 0,018a
|
|
T2
|
668,44 ± 23,89 a
|
0,17 ± 0,013a
|
|
T3
|
887,32± 46,32 b
|
0,18 ± 0,003a
|
|
T4
|
903,47 ± 79,40 b
|
0,20
± 0,005 b
|
Keterangan
: Superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perlakuan
berbeda nyata(P<0,05). T1= entok, T2= itik magelang, T3=
itik tegal dan T4= itik mojosari.
Hasil analisis variansi menunjukkan jenis itik
berpengaruh sangat nyata (p<0,05) terhadap pertumbuhan absolut dan realtif.
Hasil ini menunjukkan bahwa entok dan itik berdasarkan pertumbuhan mengalami
respon pertumbuhan relatif yang berbeda. Setelah diuji lanjut menggunakan uji
kontras orthogonal dihasilkan bahwa terdapat perbedaan sangat nyata (P<0,01)
antara entok dan itik lokal.
4. Pertumbuhan Absolut dan Relatif
Rataan pertumbuhan absolut dan relatif menunjukan
bahwa hasil analisis variansi dan uji lanjut kontras orthogonal menunjukan
bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0,05) antara keempat jenis
itik tersebut dengan pertumbuhan yang berbeda. Setelah di uji lanjut dengan
kontras orthogonal dihasilkan bahwa terdapat perbedaan sangat nyata (P<0,01)
antara itik lokal dan itik manila. Hal tersebut menunjukan bahwa pada berbagai
jenis itik mengalami tingkat pertumbuhan yang berbeda. Genetik sangat
mempengaruhi pertumbuhan ternak. Meisji dkk (2012) menyatakan bahwa pertumbuhan
dipengaruhi oleh genetik, genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki
oleh ternak tersebut seperti sifat yang diturunkan oleh keturunannya dan warna
bulu, sedangkan faktor lingkungan memberi kesempatan pada ternak untuk
menampikan kemampuannya. Seekor ternak tidak akan menunjukan penampilan yang
baik apabila tidak dilindungi oleh lingkungan yang baik dimana ternak hidup
dipelihara.
Susanti (2003) menyatakan bahwa faktor genetik
sangat mempengaruhi pertumbuhan itik lokal. Selain itu rataan bobot telur dan
bobot tetas jenis itik Tegal, itik Magelang dan itik
Mojosari
berbeda masing-masing adalah 66,82 g, 68,89 g dan 66,64 g serta 40,22 g, 41,72
g dan 38,35 g.
Entok jantan memiliki bobot yang lebih besar diakhir
penimbangan dibandingkan pada itik lokal. Terjadinya laju pertumbuhan yang
besar pada ternak jantan disebabkan peran hormon androgen. Meisji dkk, (2012)
menyatakan bahwa pada beberapa hewan , hormon androgen menstimulasi anabolisme
protein dan juga meningkatkan retensi nitrogen. Hal ini merupakan sebab
terjadinya pertumbuhan pada jantan yang lebih cepat dan lebih baik. Hormon
androgen ini ikut serta dalam proses pertumbuhan tulang dan memperbesaran
jumlah serta ketebalan serabut otot serta kekuatan daya rentang dan kemampuan
kerja otot. Hal ini merupakan sebab terjadinya pertumbuhan pada itik jantan
dewasa yang lebih cepat dan lebih baik Nalbanvo (1990).
Respon pertumbuhan ditentukan oleh beberapa faktor
diantaranya kesehatan, pakan dan manajemen Campbell (1997). Kecepatan
pertumbuhan mempunyai variasi yang cukup besar salah satunya bergantung kepada
kualitas ransum yang digunakan. Campbell (1997), menyatakan bahwa beberapa
bangsa itik lokal jantan dari tipe petelur yang mempunyai pertumbuhan tinggi
diperoleh pada anak itik janta mojosari, tegal, turi, magelang dan alabio.
Kontecka (1995), menyatakan bahwa percepatan pertumbuhan maksimum itik terjadi
pada umur 4-10 minggu dan menurun cepat setelah itu. Okeudo (2002) menyatakan
bahwa peningkatan pertumbuhan bobot badan itik jantan pegagan hanya terjadi
sampai dengan umur 9 minggu, kemudian bobot badannya menurun.
Laju pertumbuhan merupakan sifat yang diturunkan
(terkait genetik) dan sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi dan lingkungan
(Ensminger, 1992). Tata laksana pada penelitian ini dilaksanakan seragam pada
setiap perlakuan dan pakan yang diberikan memiliki kandungan protein kasar
cukup tinggi (20,5 %) serta ad libitum.
5. Konsumsi dan Konversi Pakan
Rasyaf (1994) menyatakan bahwa konversi ransum
dihitung dengan cara membagi jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan
bobot badan selama pemeliharaan.
Tabel 3.Rataan
Konsumsi dan Konversi Pakan pada Itik Manila dan Itik Lokal.
|
Peubah
|
Konsumsi
Pakan (g)
|
Konversi Pakan
|
|
T1
|
84,71±
|
11,43
|
3,03 ± 0,21
|
|
T2
|
65,2±
|
6,98
|
4,10 ± 0,15
|
|
T3
|
94,6±
|
6,98
|
4,48 ± 0,23
|
|
T4
|
95,18 ± 5,79
|
4,45 ± 0,42
|
Keterangan
: Superskrip huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perlakuan
berbeda nyata(P<0,05). T1= entok, T2= itik magelang, T3=
itik tegal dan T4= itik mojosari.
Hasil analisis variansi menunjukan bahwa
perlakuan berubah sangat nyara (P<0,05) terhadap konversi pakan pada itik
lokal dan itik manila. Hasil ini menunjukan bahwa entok dan itik berdasarkan
konversi pakan mengalami respon yang berbeda dari masing-masing jenis itik.
Setelah diuji lanjut dengan kontras orthogonal dihasilkan bahwa terdapat
perbedaan sangat nyata (P<0,01)
antara itik lokal dadn itik manila. Hasil rataan konsumsi pakan selama 4-10
mingggu itik mojosari lebih tinggi dari pada itik tegal, itik magelang dan itik
manial. Hal tersebut dapat disebabkan dari perilaku makan yang berbeda antara
itik lokal dan itik manila.
Mahata
(1993) menyatakan bahwa ternak akan mengkonsumsi pakan sesuai dengan batas
kemampuan biologisnya sekalipun diberikan pakan yang berprotein tinggi. Pakan
yang diberikan pada penelitian ini sama pada tiap perlakuan yakni ad libitum, sehingga itik dengan bobot
badan kecil maupun itik dengan bobot badan besar mendapat kesempatan yang sama
dalam mengkonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu, pakan yang
diberikan selalu dalam kondisi baik dan di ganti setiap hari. Sistem pemberian
ini menyebabkan pakan terjaga dengan baik. Ensminger (1992), menytakan bahwa
faktor yang mempengaruhi konversi pakan yaitu genetik, bangsa, besar tubuh,
jenis kelamin, umur dan tingkat konsumsi.
Konsumsi
pakan dipengaruhi oleh bangsa, genetik, besar tubuh, jenis kelamin, umur,
tingkat produksi telur, besar telur, aktivitas, tipe kandang, palatabilitas
pakan, kandungan energi pakan, kualitas kecernaan pakan, konsumsi air, suhu
tubuh, kandungan lemak tubuh dan tingkat stress (North dan Bell, 1990).
Perilaku kanibal juga dapat menurunkan konsumsi pakan, pertumbuhan dan konversi
pakan. Konsumsi pakan meningkat seiring dengan meningkatnya bobot badan
(Ensminger, 1992). Hasil penelitian Margawati (1985) menunjukkan konsumsi dan
konversi pakan dipengaruhi oleh tingkat kepadatan kandang.
Konversi pakan pada ke empat jenis itik
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Berbagai jenis itik memiliki
potensi efisiensi yang sama dalam merubah pakan untuk pertumbuhan. Nilai
konversi pakan keempat jenis itik ini berkisar antara 3,03 sampai 4,49 dengan
rataan 4,02. Nilai konversi pakan yang didapatkan dalam penelitian ini tidak
jauh berbeda dengan nilai konversi pakan yang didapatkan Wulandari (2005) pada
itik Cihateup.
Suprijatna (2005) yang menyatakan bahwa
konversi pakan sebagai tolak ukur untuk menilai seberapa banyak pakan yang
dikonsumsi itik menjadi jaringan tubuh, yang dinyatakan dengan besarnya bobot
badan adalah cara yang masih dianggap terbaik. Semakin rendah nilai konversi
pakan maka ternak tersebut semakin efisien dalam merubah pakan menjadi jaringan
tubuh.
Hal ini dapat disebabkan karena entok
dan itik lokal memiliki potensi efisiensi yang sama dalam merubah pakan untuk
pertumbuhan jaringan tubuh. Berbeda dengan hasil penelitian dari Bintang (2000)
menyatakan bahwa entok jantan lebih efisien dalam penggunaan pakan dibandingkan
itik lokal. Berdasarkan pengamatan selama penelitian entok jantan memiliki
tingkat kesetresan palaing tinggi dibandingkan dengan itik lokal sehingga
mengakibatkan deplesi atau tingkat kematian yang lebih tinggi. Ketaren (2001) menyebutkan
bahwa buruknya konversi pakan itik disebabkan oleh perilaku makan itik termasuk
kebiasaan itik yang segera mencari air minum setelah makan. Pakan umumnya
terbuang pada saat itik tersebut pindah dari tempat pakan ke tempat minum
maupun juga terlarut di dalam wadah air minum.
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa itik Manila memiliki tingkat pertumbuhan dan konversi pakan
yang lebih baik.
7. UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih disampaikan kepada Fakultas
Peternakan Unsoed, Ketua LPPM UNSOED atas dana Hibah Kompetensi Dikti dan
rekan-rekan satu tim penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Brody, S. 1945. Bioenergetics and Growth. Reinhold Pub.Corp., New York Halaman: 18.
Campbell, T.W. 1997. Avian Hematology and Cytology. 3th Ed. Llowa State
University Press. Ames.
Ensminger, M. A. 1992. Poultry Science (Animal
Agriculture Series).3th Ed.Interstate Publisher, Inc. Danville,
Illionis.
Hardjosworo, P. S. 1989. Respon Biologik Itik Tegal
Terhadap Pakan Pertumbuhandengan Berbagai Kadar Protein. Disertasi. Program
Pasca Sarjana. InstitutPertanian Bogor, Bogor.
Ketaren, P.P. 2001. Kebutuhan Gizi Itik Petelurdan Itik Pedaging.AgroMedia Pustaka.
Jakarta.
Kontecka, H., J. Ksiazkiewicz, and
Elzbieta C. 1995. Change in the Values of Hematological Indices in Laying
Season and and Their Connetion With Reproduction Traits in Duck. In: Proceedings of 10th European Symposium on Waterfowl March
26-31 1995 Halle (Saale), Germany.
Margawati, E. T. 1985. Pengaruh Tingkat Kepadatan
Kandang Itik dalam Sangkar Terhadap Pertambahan Berat Badan pada Periode Awal
Pertumbuhan. ProsidingSeminar Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan Aneka
Ternak. Pusat Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Hlm. 256-261.
Mahata, M. E. 1993. Kebutuhan Protein Itik Lokal
Berdasarkan Efisiensi PenggunaanProtein pada Periode Pertumbuhan.Tesis.
Pendidikan Pasca Sarjana. KPKIPBUnand. Universitas Andalas, Padang.
Meisji L. Sari, R.R. Noor, Peni S. Hardjosworo dan
Chairun Nisa. 2012. Kajian Karakteristik Biologis Itik Pegagan SumatraSelatan.Jurnal Lahan SubOptima. Vol. 1, No. 2:
170-176
North, M. O. dan D. D. Bell. 1990. Commercial
Chicken Production Manual. 4th Ed.Chapman and Hall, London.
Okeudo, N. J., I.C. Okoli, and G.O.F. Igwe. 2002.
Hematological Characteristics of Duck (Cairina moschata) of Southeastern
Nigeria. Tropicultura, 21, 2, 61-65.
Setioko, A. R., L. H. Prasetyo, B. Brahmantiyo dan
M. Purba. 2002. Koleksi dan Karakterisasi Sifat-Sifat Beberapa Jenis Itik.
Kumpulan Hasil-hasil Penelitian APBN Tahun Anggaran 2001. Balai Penelitian
Ternak Ciawi, Bogor.
Suparyanto, A. 2005. Peningkatan Produktivitas Daging Itik
Mandalung Melalui Pembentukan Galur
Induk. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Susanti, R. D. T.
2003. Strategi pembibitan itik Alabio dan itik Mojosari.Tesis.Program Pasca
Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wulandari, W. A. 2005. Kajian
Karakteristik Itik Cihateup.Tesis.Program PascaSarjana. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.